Sangkuni
Sangkuni (Dewanagari: शकुनि
; IAST: Śakuni) atau Saubala(patronim dari Subala) adalah seorang tokoh antagonis dalam wiracaritaMahabharata. Ia merupakan paman para Korawa dari pihak ibu. Sangkuni terkenal sebagai tokoh licik yang selalu menghasut para Korawa agar memusuhi Pandawa. Ia berhasil merebut Kerajaan Indraprastha dari tangan para Pandawa melalui sebuah permainan dadu. Menurut Mahabharata, Sangkuni merupakan personifikasi dari Dwaparayuga, yaitu masa kekacauan di muka Bumi, pendahulu zaman kegelapan atau Kaliyuga. Sangkuni
शकुनि |
Sangkuni menghasut Duryodana (kanan). Ilustrasi dari Mahabharata – Volume: 1, oleh Ramanarayanadatta Astri. Penerbit Gorakhpur Geeta Press. |
Tokoh Mahabharata |
Nama | Sangkuni |
| शकुनि |
| Śakuni |
Nama lain | Suwalaputra, Suman, Trigantalpati |
Kitab referensi | |
Asal | |
Kasta | kesatria |
Senjata | tombak |
Ayah | Subala |
Ibu | Sudarma |
Anak | |
Dalam
pewayangan Jawa, Sangkuni sering dieja dengan nama
Sengkuni. Ketika para Korawa berkuasa di
Kerajaan Hastina, ia diangkat sebagai
patih. Dalam pewayangan
Sunda, ia juga dikenal dengan nama
Sangkuning.
Pangeran Gandhara
Dalam kitab
Mahabharata disebutkan bahwa Sangkuni merupakan pangeran dari
kerajaan Gandhara pada masa pemerintahan Subala. Adik perempuannya yang bernama
Gandaridilamar untuk dijadikan sebagai istri
Dretarastra, seorang pangeran
tunanetra dari
Hastinapura. Sangkuni marah atas keputusan ayahnya yang menerima lamaran tersebut. Menurutnya, Gandari seharusnya menjadi istri
Pandu, adik Dretarastra. Karena telanjur terjadi, ia pun mengikuti Gandari yang selanjutnya menetap di istana Hastinapura. Gandari memutuskan untuk selalu menutup kedua matanya menggunakan selembar kain karena ia sangat setia kepada suaminya yang buta. Gandari berputra seratus orang—dikenal sebagai seratus
Korawa—yang sejak kecil diasuh oleh Sangkuni. Di bawah asuhan Sangkuni, para Korawa tumbuh menjadi anak-anak yang selalu diliputi rasa kebencian terhadap para
Pandawa, yaitu putra-putra Pandu. Setiap hari Sangkuni selalu mengobarkan rasa permusuhan di hati para Korawa, terutama Korawa sulung yang bernama
Duryodana.
Peran di Hastinapura
Sangkuni dalam ilustrasi kitab Mahabharata, menunjukkan keahlian bermain dadunya.
Baik dalam versi
Mahabharata maupun versi
pewayanagan, Sangkuni merupakan penasihat utama
Duryodana, pemimpin para
Korawa. Berbagai jenis tipu muslihat dan kelicikan ia jalankan demi menyingkirkan para
Pandawa.
Dalam
Mahabharata bagian pertama atau
Adiparwa, Sangkuni memerintahkan
Purocana untuk menciptakan kebakaran di Gedung Jatugreha (
Laksagraha), tempat para Pandawa bermalam di dekat hutan Waranawata. Namun para Pandawa dan ibu mereka, yaitu
Kunti berhasil meloloskan diri dari kematian. Dalam pewayangan, peristiwa ini terkenal dengan nama
Bale Sigala-Gala.
Usaha Sengkuni yang paling sukses adalah merebut
Indraprastha dari tangan para Pandawa melalui permainan dadu melawan pihak Korawa. Kisah ini terdapat dalam
Mahabharata bagian kedua, atau
Sabhaparwa. Peristiwa tersebut disebabkan oleh rasa iri hati Duryodana atas keberhasilan para Pandawa membangun Indraprastha yang jauh lebih indah daripada Hastinapura. Atas saran Sangkuni, ia mengundang para Pandawa untuk bermain dadu di Hastinapura. Dalam permainan itu Sangkuni bertindak sebagai pelempar dadu Korawa. Dengan menggunakan ilmu sihirnya, ia berhasil mengalahkan para Pandawa. Sedikit demi sedikit, harta benda para Pandawa jatuh ke tangan Duryodana, termasuk istana Indraprastha dan istri mereka,
Dropadi.
Mendengar Dropadi dipermalukan di depan umum, Dewi
Gandari ibu para Korawa muncul membatalkan semuanya. Para Pandawa pun pulang dan mendapatkan kemerdekaan mereka kembali. Karena kecewa, Duryodana mendesak ayahnya,
Dretarastra, supaya mengizinkannya untuk menantang Pandawa sekali lagi. Drestarastra tidak kuasa menolak keinginan anak yang sangat dimanjakannya itu. Maka, permainan dadu yang kedua pun terjadi kembali. Untuk kedua kalinya, pihak Pandawa kalah di tangan Sangkuni. Sebagai hukuman, mereka harus menjalani hidup selama 12 tahun di dalam hutan, dan dilanjutkan dengan menyamar selama setahun di suatu negeri. Jika penyamaran mereka sampai terbongkar, mereka harus mengulangi kembali selama 12 tahun hidup di dalam hutan dan begitulah seterusnya.
Perang di Kurukshetra
Setelah masa hukuman selama 13 tahun berakhir, para
Pandawa kembali untuk mengambil kembali negeri mereka dari tangan
Korawa. Namun pihak Korawa menolak mengembalikan
Indraprastha dengan alasan bahwa penyamaran para Pandawa di
Kerajaan Wirata telah terbongkar. Berbagai usaha damai diperjuangkan pihak Pandawa namun semuanya mengalami kegagalan. Perang pun menjadi pilihan selanjutnya.
Pertempuran besar di Kurukshetraantara pihak Pandawa melawan Korawa dengan sekutu masing-masing akhirnya meletus. Perang yang juga terkenal dengan sebutan
Baratayuda ini berlangsung selama 18 hari, di mana Sengkuni tewas pada hari terakhir. Menurut versi
Mahabharata bagian kedelapan atau
Salyaparwa, Sangkuni tewas di tangan
Sadewa, yang bungsu di antara lima Pandawa. Pertempuran mereka terjadi pada hari ke-18.
Kisah versi India sedikit berbeda dengan
Kakawin Bharatayuddha yang ditulis pada zaman
Kerajaan Kadiritahun
1157. Menurut naskah berbahasa
Jawa Kuno ini, Sangkuni bukan mati di tangan Seadewa, melainkan di tangan
Bima, Pandawa yang kedua. Sangkuni dikisahkan mati remuk oleh pukulan gada Bima. Bima kemudian memotong-motong tubuh Sengkuni menjadi beberapa bagian.
Pewayangan
Sangkuni dalam budaya pewayangan Jawa.
Dalam
pewayangan, terutama di
Jawa, Sengkuni bukan kakak dari Dewi
Gandari, melainkan adiknya. Sementara itu Gandara versi pewayangan bukan nama sebuah kerajaan, melainkan nama kakak tertua mereka. Sengkuni sendiri dikisahkan memiliki nama asli Harya Suman. Pada mulanya raja
kerajaan Plasajenar bernama Suwala. Setelah meninggal, ia digantikan oleh putra sulungnya yang bernama Gandara. Pada suatu hari Gandara ditemani kedua adiknya, yaitu Gandari dan Suman, berangkat menuju
Kerajaan Mandura untuk mengikuti sayembara memperebutkan Dewi
Kunti, putri negeri tersebut. Dalam perjalanan, rombongan Gandara berpapasan dengan
Panduyang sedang dalam perjalanan pulang menuju
Kerajaan Hastina setelah memenangkan sayembara Kunti. Pertempuran pun terjadi. Gandara akhirnya tewas di tangan Pandu. Pandu kemudian membawa serta Gandari dan Suman menuju Hastina. Sesampainya di Hastina, Gandari diminta oleh kakak Pandu yang bernama
Drestarastrauntuk dijadikan istri. Gandari sangat marah karena ia sebenarnya ingin menjadi istri Pandu. Suman pun berjanji akan selalu membantu kakaknya itu melampiaskan sakit hatinya. Ia bertekad akan menciptakan permusuhan di antara para
Korawa, anak-anak Drestarastra, melawan para
Pandawa, anak-anak Pandu.
Menurut versi
pewayangan Jawa, pada mulanya Harya Suman berwajah tampan. Ia mulai menggunakan nama Sengkuni semenjak wujudnya berubah menjadi buruk akibat dihajar oleh Patih
Gandamana. Gandamana adalah pangeran dari
Kerajaan Pancala yang memilih mengabdi sebagai
patih di
Kerajaan Hastina pada masa pemerintahan
Pandu. Suman yang berambisi merebut jabatan patih akhirnya berupaya menyingkirkan Gandamana. Pada suatu hari Suman berhasil mengadu domba Pandu dengan muridnya yang berwujud raja raksasa bernama Prabu Tremboko. Maka, ketegangan terjadi antara Kerajaan Hastina dan Kerajaan Pringgadani. Pandu pun mengirim Gandamana sebagai duta perdamaian. Di tengah jalan, Suman menjebak Gandamana sehingga jatuh ke dalam perangkapnya. Suman kemudian kembali ke Hastina untuk melapor kepada Pandu bahwa Gandamana telah berkhianat dan memihak musuh. Pandu segera memutuskan untuk mengangkat Suman sebagai patih baru. Gandamana yang ternyata masih hidup muncul dan menyeret Suman. Suman pun dihajar habis-habisan sehingga wujudnya yang tampan berubah menjadi jelek. Sejak saat itu, Suman pun terkenal dengan sebutan Sengkuni, berasal dari kata
saka dan
uni, yang bermakna "dari ucapan". Artinya, ia menderita cacad buruk rupa adalah karena hasil ucapannya sendiri.
Peristiwa minyak tala
Versi
pewayangan selanjutnya mengisahkan, setelah
Pandu meninggal dunia, pusakanya yang bernama Minyak Tala dititipkan kepada
Drestarastrasupaya kelak diserahkan kepada para
Pandawa jika kelak mereka dewasa. Minyak Tala sendiri merupakan pusaka pemberian dewata sebagai hadiah karena Pandu pernah menumpas musuh kahyangan bernama Nagapaya. Beberapa tahun kemudian, terjadi perebutan antara para Pandawa melawan para
Korawa yang ternyata juga menginginkan Minyak Tala. Dretarastra memutuskan untuk melemparkan minyak tersebut beserta wadahnya yang berupa
cupu sejauh-jauhnya. Pandawa dan Korawa segera berpencar untuk bersiap menangkapnya. Namun, Sengkuni terlebih dahulu menyenggol tangan Dretarastra ketika hendak melemparkan benda tersebut. Akibatnya, sebagian minyak tala tumpah. Sengkuni segera membuka semua pakaiannya dan bergulingan di lantai untuk membasahi seluruh kulitnya dengan minyak tersebut.
Sementara itu, cupu beserta sisa minyak tala jatuh tercebur ke dalam sebuah sumur tua. Para Pandawa dan Korawa tidak mampu mengambilnya. Tiba-tiba muncul seorang pendeta dekil bernama
Durna yang berhasil mengambil cupu tersebut dengan mudah. Tertarik melihat kesaktiannya, para Korawa dan Pandawa pun berguru kepada pendeta tersebut. Sengkuni yang telah bermandikan Minyak Tala sejak saat itu mendapati seluruh kulitnya kebal terhadap segala jenis senjata. Meskipun ilmu bela dirinya rendah, namun tidak ada satu pun senjata yang mampu menembus kulitnya.
Kematian
Pada hari terakhir Baratayuda, Sangkuni bertempur melawan Bima. Kulitnya yang kebal karena pengaruh minyak tala bahkan sempat membuat Bima sulit mengalahkan Sengkuni. Penasihat Pandawa selain
Kresna, yaitu
Semarmuncul memberi tahu Bima bahwa kelemahan Sangkuni berada di bagian dubur, karena bagian tersebut dulunya pasti tidak terkena pengaruh minyak tala. Bima pun maju kembali. Sangkuni ditangkap dan disobek duburnya menggunakan Kuku Pancanaka yang tumbuh di ujung jari Bima. Ilmu kebal Sengkuni pun musnah. Dengan beringas, Bima menyobek dan menguliti Sangkuni tanpa ampun. Meskipun demikian, Sangkuni hanya sekarat tetapi tidak mati.
Pada sore hari itu, Bima berhasil mengalahkan
Duryodana, pemimpin seratus Korawa. Dalam keadaan sekarat, Duryodana menyatakan bahwa dirinya bersedia mati jika ditemani pasangan hidupnya, yaitu istrinya yang bernama Dewi Banowati. Atas nasihat Kresna, Bima pun mengambil Sangkuni yang masih sekarat untuk diserahkan kepada Duryodana. Duryodana yang sudah kehilangan penglihatannya akibat luka parah segera menggigit leher Sangkuni yang dikiranya Banowati. Akibat gigitan itu, Sengkuni pun tewas seketika, begitu pula dengan Duryodana
Leave a Message